Tantangan Bank Syariah Ke Depan
![]() |
Tantangan Bank Syariah Ke Depan
|
Setelah
diakomodasinya Bank Syariah pada Undang-Undang Perbankan No. 10/1998,
maka dari tahun 2000 hingga tahun 2004, dapat dirasakan pertumbuhan Bank
Syariah cukup tinggi, rata-rata lebih dari 50% setiap tahunnya. Bahkan
pada tahun 2003 dan 2004, pertumbuhan Bank Syariah melebihi 90% dari
tahun-tahun sebelumnya. Akan tetapi, pada tahun 2005, dirasakan ada
perlambatan, meskipun tetap tumbuh sebesar 37%. Akan tetapi, walaupun
dirasakan pertumbuhan Bank Syariah di Indonesia melambat pada tahun
2005, sebenarnya pertumbuhan sebesar itu merupakan prestasi yang cukup
baik. Perlu disadari, bahwa di tengah tekanan yang cukup berat terhadap
stabilitas makroekonomi secara umum dan perbankan secara khusus, kondisi
industri perbankan syariah tetap memperlihatkan peningkatan kinerja
yang relatif baik. Di samping itu, dapat pula difahami, bahwa meskipun
share bank syariah pada akhir tahun 2005 baru 1,46%, namun hal tersebut
telah menunjukkan peningkatan yang luar biasa dibandingkan share pada
tahun 1999 yang hanya 0,11%.
Menurut
identifikasi Bank Indonesia, yang disampaikan pada Seminar Akhir Tahun
Perbankan Syariah 2005, kendala-kendala perkembangan Bank Syariah di
samping imbas kondisi makroekonomi, juga dipengaruhi oleh hal-hal
sebagai berikut:
- Jaringan kantor pelayanan dan keuangan Syariah masih relatif terbatas;
- Sumber Daya Manusia yang kompeten dan professional masih belum optimal;
- Pemahaman masyarakat terhadap Bank Syariah sudah cukup baik, namun minat untuk menggunakannya masih kurang;
- Sinkronisasi kebijakan dengan institusi pemerintah lainnya berkaitan dengan transaksi keuangan, seperti kebijakan pajak dan aspek legal belum maksimal;
- Rezim suku bunga tinggi pada tahun 2005;
- Fungsi sosial Bank Syariah dalam memfasilitasi keterkaitan antara voluntary sector dengan pemberdayaan ekonomi marginal masih belum optimal.
Untuk mengantisipasi
kendala jaringan kantor pelayanan Bank Syariah, pihak BI yelah membuat
regulasi tentang kemungkinan pembukaan layanan Syariah pada
counter-counter Unit Kovensional Bank-Bank yang telah mempunyai Unit
Usaha Syariah melalui PBI No.8/3/PBI/2006 tanggal 30 Januari 2006.
Dengan demikian, diharapkan masalah jaringan pelayanan dan keuangan
Syariah dapat diatasi karena masyarakat dapat dilayani dimana saja saat
membutuhkan transaksi Bank Syariah.
Bank Indonesia dan para stakeholder
yang terlibat lainnya yakin bahwa pengembangan Bank Syariah dianggap
masih mempunyai prospek yang tinggi, jika kendala jaringan dapat
diatasi. Hal tersebut diyakini karena peluang yang besar dan dapat dilihat dari hal-hal sebagai berikut:
1. Respon masyarakat yang antusias dalam melakukan aktivitas ekonomi dengan menggunakan prinsip-prinsip Syariah;
2. Kecenderungan
yang positif di sektor non-keuangan/ ekonomi, seperti system
pendidikan, hukum dan lain sebagainya yang menunjang pengembangan
ekonomi Syariah nasional.
3. Pengembangan
instrumen keuangan Syariah yang diharapkan akan semakin menarik
investor/ pelaku bisnis masuk dan membesarkan industri Perbankan Syariah
Nasional;
4. Potensi investasi dari negara-negara Timur Tengah dalam industri Perbankan Syariah Nasional.
Walaupun pertumbuhan Bank Syariah agak melambat pada tahun 2005, tetapi pihak Bank Indonesia dan juga para stakeholder
yang terlibat dalam pengembangan ekonomi dan perbankan Syariah masih
mempunyai keyakinan bahwa Bank Syariah akan terus berkembang pada tahun
2006 dan tahun-tahun selanjutnya seiring berkembangya aplikasi-aplikasi
ekonomi berbasiskan prinsip-prinsip Syariah di Indonesia.
Berdasarkan kajian perekonomian secara umum, meskipun pada triwulan I 2006 dunia usaha masih melakukan recovery
akibat kondisi yang terjadi pada tahun 2005, prospek ekonomi Indonesia
pada 2006 diperkirakan akan membaik kembali, terutama pada semester II.
Secara keseluruhan perekonomian Indonesia tahun 2006 akan tumbuh
5,0-5,7%. Perbaikan ekonomi akan terjadi sejalan dengan implementasi
berbagai kebijakan Pemerintah di sektor riil yang didukung dengan
terjaganya stabilitas makroekonomi serta membaiknya persepsi bisnis para
pelaku ekonomi dan kepercayaan masyarakat.
Dengan demikian, khusus pada tahun 2006, kondisi perkembangan Perbankan Syariah akan dipengaruhi oleh hal-hal sebagai berikut:
- Kondisi makro ekonomi 2006 tidak banyak mengalami perubahan dari tahun 2005, inflasi masih 2 digit, namun investasi mulai berjalan, terutama pada semester kedua;
- Suku bunga masih relatif tinggi, sehingga persaingan menjadi lebih agresif;
- Berlakunya PBI No. 8/3/PBI/2006 tanggal 30 Januari 2006 yang memungkinkan bank konvensional membuka layanan syariah dari unit usaha syariah yang mereka miliki, membuat kendala jaringan perbankan syariah sudah dapat diatasi;
- Volume usaha perbankan syariah terhadap perbankan nasional diperkirakan akan mencapai pangsa sebesar 1,7%;
- Perhatian Bank Indonesia terhadap perkembangan Bank Syariah lebih meningkat dari sebelumnya yang dibuktikan dengan mulai terlibatnya direktorat-direktorat lain pada BI dalam mengembangkan Bank Syariah, selain Direktorat Perbankan Syariah, seperti Direktorat Pengelolaan Moneter dan Pusat Pendidikan dan Studi Kebanksentralan;
- Investor asing mulai tertarik menamkan investasinya dalam pengembangan keuangan syariah di Indonesia.
Berdasarkan
suatu penelitian pada sebuah bank syariah terhadap sekitar 3.200
nasabah di seluruh Indonesia, diketahui bahwa lebih 70% nasabah memilih
bank syariah dalam melakukan transaksi perbankan dengan alasan utama
sesuai keyakinan agama. Hal ini menunjukkan bahwa masih banyak
masyarakat yang menginginkan dalam melakukan transaksi keuangan tidak
bertentangan dengan keyakinan agama. Alasan utama lainya yang
menyebabkan nasabah memilih bak syariah adalah karena pelayanan bank
syariah yang cepat dan memuaskan sebesar 38% serta karena lokasi kantor
bank yang strategis sebesar 30%, di samping alasan-alasan rasional
lainnya. Dapat pula diketahui, bahwa pada saat ini, berdasarkan
penelitian tersebut, nasabah bank syariah tersebut sebanyak hampir 66%
masih menggunakan bank konvensional di samping bertransaksi dengan bank
syariah. Alasan utama yang menyebabkan nasabah bank syariah masih
menjadi nasabah bank konvensional adalah karena alasan-alasan rasional
dalam kemudahan transaksi keuangan. Mereka sangat mengharapkan jaringan
bank syariah dapat diperluas serta bank syariah dapat meningkatkan
pelayanan dan produk yang dapat mengakomodasikan kebutuhan mereka dalam
transaksi keuangan. Dari sisi pendidikan, lebih dari dua pertiga nasabah
bank syariah merupakan lulusan perguruan tinggi. Dari hasil penelitian
tersebut, dapat disimpulkan bahwa seseorang menjadi nasabah bank syariah
bukan hanya karena faktor emosional belaka, melainkan juga karena
rasionalitas dalam kebutuhan perbankan dan ekonomi lainnya tanpa
meninggalkan keyakinan agama.
Memperhatikan
hal di atas, sebenarnya, prospek ekonomi syariah (bukan hanya
perbankan) cukup menjanjikan di masa depan. Hal itu, disebabkan adanya
kesadaran sebagian masyarakat, terutama yang berpendidikan tinggi untuk
menjalankan kehidupan sosial ekonomi tanpa meninggalkan nilai-nilai
Islam. Kondisi tersebut harus diantisipasi dengan kesiapan sarana dan
prasarana guna mendukung berkembangnya perekonomian secara optimal di
masa depan. Sarana dan prasarana tersebut, tidak hanya bersifat
material, tetapi juga non material, serta sistem pendidikan yang
mengakomodasikan kebutuhan tersebut, sehingga tercipta sumber daya
manusia yang memiliki kemampuan dalam membangun dan mengembangkan
ekonomi syariah di masa depan. Apabila hal tersebut tidak diantisipasi
dengan baik, maka prospek ekonomi syariah di Indonesia pada masa depan
akan kehilangan momentum.
Penulis: MERZA GAMAL (Pengkaji Sosial Ekonomi Islami)
Comments