Struktur Ekonomi Islam:Prespekif Komparasi Terhadap Pasar, Etika dan Ekonomi
Sehubungan
dengan krangka IIE tentang pemahaman terhadap realitas sosio ekonomi,
semua instrumen ekonomi dan keuangan Islam akan dibawa kedalam suatu
kerangka general equilibrium secara sistematis.
sehingga Instrumen yang dikembangkan dapat dijelaskan dalam hubungan
sebab-akibat. Epistemologi tauhidi dan refleksinya dalam instrumen ini
dapat dibuat untuk menjelaskan sifat endogenous etika (yakni aliran
pengetahuan) dalam sistematika sudut pandang dunia dan kesatuan
pengetahuan.
Lima garis besar instrumen ekonomi dan keuangan Islam adalah, (1) larangan terhadap bunga (interest), (2) bagi-hasil korporasi antara buruh dan modal, (3) joint venture,
secara prinsip walaupun tidak seluruhnya melalui partisipasi ekuitas;
(4) institusi amal (5) pencegahan terjadinya pemborosan penggunaan
sumber daya. Dan lebih banyak lagi instrumen yang dapat dikembangkan
dari gabungan kelima faktor ini.
Pelarangan Terhadap Bunga
Pada sistem umum orientasi pemahaman ethico-economy
Islami, makna etis ekonomis pelarangan bunga dipadukan bersama.
Kemudian marilah kita pahami mengapa pelarangan bunga menjadi suatu
keharusan dalam kerangka analisis ini.
Kehadiran
bunga dalam kegiatan ekonomi dan keuangan menunjukkan pertentangan
antara dua sektor utama perekonomian. yakni sektor moneter dan sektor
produktif (riil). Uang dianggap sebagai komoditas di sektor
moneter. Harganya dibentuk untuk mengkapitalisasi risiko yang
sesungguhnya dapat dihindari dengan berbagai macam alternatif. Risiko
diasumsikan untuk mengadakan ex-ante karena pemegang uang dapat secara
subjektif menetapkan risiko dan kemudian memasukkan hal tersebut dalam
harga uang, yang berupa bunga. Oleh karena itu dengan mengasumsikan
ex-ante risiko dapat menghasilkan pendapatan dari uang pinjaman.
Meskipun begitu sebagai gantinya risiko dapat dihindari atau dikurangi
dengan mobilisasi sumberdaya, dari pada menahannya di bank atau di
gerai spekulatif. Uang tersebut tidak disimpan tetapi dimobilisasi
dalam sektor riil untuk memperoleh keuntungan ekonomi yang nyata.
Sektor riil kemudian membayar kembali dana pinjaman tersebut.
Begitu
pula dalam makroekonomi, kebijakan untuk menstabilkan inflasi,
memperlambat kelebihan permintaan sumber investasi, dan menarik
tabungan dunia ke dalam ekonomi nasional, mencerminkan pendekatan
pemerintah untuk membuat sektor moneter bertindak secara independen
dari sektor riil. Dalam kasus ini, tingkat bunga digunakan sebagai
dasar instrumen moneter. Akibatnya, potensi untuk mengurangi
ketidakstabilan makroekonomi dan ketidak seimbangan dengan
membangkitkan sektor riil dalam hubungannya dengan aliran modal,
diabaikan. Hasil akhirya adalah sektor moneter lebih menguntungkan dari
sektor riil melalui keuntungan yang diperoleh dari dana pinjaman. Kedua
sektor tersebut justru sekali lagi dihubungkan melalui kompetisi.
Mengetahui bahwa orang kaya mendapatkan keuntungan dari pasar uang
dalam bentuk pendapatan bunga dan masyarakat miskin hanya mendapatkan
keuntungan dari aktivitas sektor riil, dimana keduanya secara terpisah
mempunyai dampak negative bagi orang miskin. Etika akuisisi kekayaan
dan ketertiban sosial oleh karena itu menjadi tidak adil. Memang, dalam
beberapa tahun ini terjadi demam bunga berbunga spekulatif, di pasar
keuangan global yang telah meninggalkan ekonomi nasional dalam keadaan
kacau dan masyarakat miskinlah yang pertama terkena dampaknya.
Dari segi sifat intertemporal akumulasi tabungan dapat dilihat sebagai
penarikan belanja dari potensi usaha produktif, hal ini menyebabkan
orang-orang yang memegang uang dapat mengambil keuntungan dari
penghasilan bunga atas simpanan. Tabungan sehingga menjadi insentif
yang terkait dengan suku bunga. Pemisahan tabungan sebagai salah satu
kegiatan ekonomi dari kegiatan belanja menyebabkan persaingan antara
pasar uang dan pasar produksi. Tabungan menarik keluar sumber daya ke
sektor moneter. Dengan demikian sumber daya yang ada, akan meninggalkan
sektor riil ketika suku bunga berlaku sebagai insentif untuk tabungan
terhadap pengeluaran. Tabungan sehingga sekali lagi menyebabkan ekonomi
harus menghubungkan kedua sektor tersebut bersaing dalam lintas
aktifitas dan sektoral. Sehingga netralitas kebijakan moneter terhadap
pendapatan full-employment adalah hasil dari sebuah ekonomi
sektor riil yang tidak lagi menguntungkan. Hal tersebut membuat sektor
moneter tidak memberi keuntungan terhadap produktivitas.
Pandangan
ekonomi Islam adalah dengan membuat pengeluaran sebagai dasar
mobilisasi sumberdaya. Dengan demikian ketika rumah tangga menyimpan
uangnya di bank-bank Islam, maka dana tersebut dimobilisasi oleh bank
dalam rangka untuk memperoleh keuntungan dari investasi produktif yang
dibolehkan. Keuntungan dari sumber daya tersebut adalah keuntungan dari
sektor riil. Tidak ada keuntungan uang dalam uang. Uang hanyalah sebuah
eks-pos media untuk melayani kebutuhan sektor riil bagi kegiatan
produktif yang diperbolehkan. Risiko dibagi antara agen dan sektor
(ekonomi) dalam magnitudo reate of return yang didapat dari
sektor riil. Konsep tabungan sebagai penarikan pengeluaran digantikan
oleh gagasan mobilisasi sumber daya produktif pada investasi produktif
yang dibolehkan melalui bank-bank Islam. Bank harus memutar modal uang
secara cepat dengan menjadikannya modal nyata melalui kegiatan
kewirausahaan (Choudhury 1997) ..
Bertentangan dengan mekanisme mobilisasi sumberdaya, bunga pembiayaanmenentukan secara subjektif peningkatan estimasi resiko uncapitalized
pada penabung atau peminjam dengan harapan mereka dapat mengamankan
jaminan kembalian (keuntungan) tabungan. Harga inilah, yang merupakan
bunga, sebagai tingkat subtitusi marjinal keuntungan nyata. Diskon
intertemporal kemudian berakibat pada metode kapitalisasi evaluasi
resiko usaha dalam sistem bunga (interest). Tingkat diskon digunakan dengan tidak obyektif ataupun tidak bebas risiko. Keberadaan risiko uncapitalized
dan harganya dengan tingkat bunga dari waktu ke waktu menunjukkan
penyempitan aliran sumber daya ke sektor riil secara permanen. Hal
tersebut membunuh jiwa kewirausahaan. Ekonomi tidak dapat bertahan
sepanjang laju pembangunan dalam ketidakpastian kondisi harga sosial
yang mahal.
Profit-Sharing Dalam Krangka Kerjasama Ekonomi
Dalam
rangka untuk mengganti transaksi bunga, ekonomi Islam memberikan
insentif memobilisasi sumber daya kedalam usaha produktif yang
diperbolehkan melalui partisipasi dan perluasan kerjasama antar agen
dan proyek-proyek ekonomi, diversifikasi efektif produksi, investasi
dan risiko yang dicapai. Dengan demikian harga resiko dalam makna
tingkat suku bunga digantikan oleh expected rate of returns.
Pengembalian sektor riil dibagi oleh para peserta dalam korperasi.
kompetisi Marginal antara sektor moneter dan sektor riil, antara
pemilik modal dan tenaga kerja, serta antara orang kaya dan miskin yang
disebabkan oleh prevalensi suku bunga, semuanya digantikan oleh usaha partisipatif. Dengan cara ini, mobilisasi sumber daya melalui profit sharing terkait langsung dengan komplementaritas antara kegiatan ekonomi dan pelaku ekonomi.
Pada sektor produksi, komplementaritas antara faktor produksi (modal
dan tenaga kerja) dibawa oleh pilihan persamaan modal-tenaga kerja,
perbesaran perubahan teknologi dan perluasan usaha partisipatif ekonomi
secara keseluruhan. Sekarang kedua pengembangan dan pemberdayaan, yang
merupakan konsekuensi dari keputusan partisipatif kerjasama berbagi
risiko dan keuntungan, dapat terwujud. Dalam makroekonomi, sektor
moneter dimana kapitalis keuangan berlaku, dan sektor produktif di mana
tenaga kerja berlaku, terhubung dengan komplementaritas antara
sektor-sektor dan pelaku ekonomi.
Dalam bagi-hasil Islam dibawah kerja sama ekonomi, karena eksklusifitas liebilty modal
dalam perusahaan joint venture, pemilik modal menganggap semua biaya
keuangan dalam kasus kerugian dan kehancuran bisnis. Di sisi lain,
tenaga kerja dapat memilih untuk menunda mengambil dividen dan / atau
menunda pembayaran upah pada perusahaan partisipasi tersebut. Namun
terdapat pula, metode inovatif yang dapat dibentuk untuk mengelak dari
masalah resiko dan biaya dalam perusahaan. Salah satu pilihannya adalah
pengembangan dana yang dihasilkan dari upah dan keuntungan untuk
digunakan pada saat keadaan darurat. Dana campuran seperti itu dapat
pula diperlakukan sebagai upah dan asuransi korporasi. Luas dan jarak
perusahaan terhubung serta kegiatan dapat diperluas dan diversifikasi.
Hasilnya adalah resiko dan diversifikasi produk.
Konsep berbagi waktu sebagai suatu investasi sumber daya oleh pekerja
untuk penundaan pengembalian dapat dianggap sebagai alat inovatif
mengkapitalisasi pemegang saham antara modal dan tenaga kerja di sebuah
perusahaan dan banyak di antara perusahaan untuk masalah tersebut.
Semua ini kemungkinan penegasan prinsip komplementaritas antara faktor
sumber daya, barang, dan usaha serta berbagai sektor melalui hubungan
produksi yang bertentangan dengan sifat de-link suku bunga pembiayaan
perusahaan (Vanek 1977).
Variabel kontrak dalam bagi-hasil antara modal dan tenaga kerja belum
dapat meningkatkan hak tenaga kerja dan menghasilkan lebih banyak
aliran sumber daya dalam perekonomian melalui tingkat partisipasi dan
mobilisasi kekayaan. Dalam partisipasi murni ekonomi Islam semua jenis
variabel kontrak keuangan juga akan dihubungkan dengan pilihan pada
opsi dan jaringan melalui indeks keuangan dalam sumber-sumber emerging dan dana investasi.
Joint Ventures dan Partisipasi Modal
Pemilik
modal dapat saling bekerja sama dengan sesamanya dalam memperluas
sumber investasi mereka dan juga dalam diversifikasi risiko dan usaha
dengan membelanjakannya melalui perluasan ruang ekonomi. Risiko dan
produk diversifikasi jadi disebabkan oleh perpanjangan sumberdaya
campuran dan juga penghilangan relevansi suku bunga terhadap harga
risiko, dalam hal ini uang dan produk pasar tetap obyektif dan bersaing
untuk memperoleh keuntungan independen. Sehingga bunga secara efektif
diganti dengan bagi hasil usaha dengan menyadari sepenuhnya terhadap
evaluasi risiko.
Meskipun ekonomi Islam memperlakukan profit-sharing dan partisipasi
ekuitas dengan cara berbeda, tidak ada alasan atau manfaat dalam
melakukan begitu. Sejak modal dan tenaga kerja saling melengkapi dalam
ekonomi Islam dan partisipasi ekuitas adalah bentuk lain dari mekanisme
kerjasama antar pemodal, oleh karena itu, meningkatnya jumlah
perusahaan dan tenaga kerja direalisasikan dan diinterkoneksikan oleh
campuran antara profit-sharing dan partisipasi ekuity (modal), keduanya
dianggap sebagai kegiatan kewirausahaan partisipatif.
Konsekuensinya,
dalam kasus- partisipasi ekuity (modal) kontrak dilakukan antara
pemilik modal yang juga merupakan kontrak antara modal dan tenaga kerja
dan dengan di antara keduanya atau di antara semuanya. Hal ini berarti
sebuah perluasan sistemik mobilisasi sumber daya di seluruh proses
ekonomi Islam. Partisipasi yang luas seperti itu harus ditegakkan jika
bunga akan dihapuskan. Oleh karena itu prinsip komplementaritas
berkaitan dengan modal uang untuk usaha produktif. Dengan cara yang
sama, usaha-bersama dan partisipasi modal harus melayani pemberdayaan
yang lebih dan pengembangan secara luas bagi tenaga kerja dan modal
dalam suatu kerangka kewirausahaan dengan meningkatkan kemungkinan
pengambilan keputusan.
Dalam sudut pandang sistemik ekonomi Islam tidak perlu membedakan
secara khusus antara bagi-hasil dengan ekuitas-keuangan, kecuali untuk
mengidentifikasi sumber dana dan klaim kontrak pada dividen oleh para
peserta. Tetapi dalam kerangka sistem umum hubungan kausalitas antara
sumber daya yang mengalir dari satu sumber ke sumber lainnya tidak
membuat perbedaan dalam hal kekhususan sumber-sumber dana. Mendaftarkan
kekhususan sumber dana tersebut tidak mempunyai singnifikansi ekonomi;
hal ini hanya masalah legal formal dan pemunuhan standar akuntansi
sebuah kontrak.
Pada kerangka sistem umum menjadi hal yang menarik untuk diteliti bahwa
aliran sumber daya dapat berperan dalam membentuk keseimbangan dinamis
dengan sistem endogenous etika di dalamnya. Etika dilambangkan dalam
sistemik Islam dengan sebuah prilaku intrinsik di semua entitas
sebagaimana pengetahuan mengalir dari epistimologinya. Dengan demikian
ketika komplementaritas universal berlaku lintas keanekaragaman di
dalam ekonomi Islam, kesatuan dalam pengertian ini adalah sebagai tanda
penyatuan pengetahuan dari berbagai lembaga, sektor, dan variabel serta
hubungannya. Seperti halnya komplementeritas diwujudkan melalui proses
partisipasi. dapat diwujudkan melalui kedua instrumen keuangan di atas.
Hal ini juga tercermin dalam hal teknik metode yang memungkinkan
evolusi sistem interaksi dan integrasi dapat dipelajati dan dianalisa
(Shakun 1988).
Institusi Amal
Amal
dalam Islam memiliki makna yang luas. Zakat sebagai amal adalah
kewajiban untuk mengambil harta tertentu untuk tujuan tertentu pula
dengan mempertemukan tanggung jawab sosial sebagaimana dijelaskan dalam
Al Qur'an (Bab 2, ayat 177). Salah satu kewajiban sosial yang termaktub
adalah pengurangan kemiskinan. Disini Zakat menjamin kebutuhan dasar
bagi mereka yang membutuhkan dan menjaga keseimbangan sosial serta
keadilan distribusi pendapatan. Penggunaan Zakat dapat dilihat sebagai
contoh aspek deontologis (hak dan kewajiban) etika transformasi pasar. 'Deontological consequentialism' pasar adalah masalah sosial yang menjadi perhatian Sen pada teorinya tentang kesejahteraan sosial.
Sadaqah
adalah bentuk lain dari amal. Hal ini secara khusus dan secara sukarela
dikeluarkan bagi fakir miskin. Meskipun begitu, tidak ada alasan
mengapa sadaqah tidak dapat diorganisir sebagai mana zakat.
Kesimpulan berikut ini diambil dari sebuah ayat Al Qur'an yang
mengidentifikasi keduanya dengan modus pengeluaran yang serupa. Lihat
Alquran, juz 2, ayat 177 dan 215. Ayat 177 merupakan ayat spesifik yang
berhubungan dengan Zakat, sedangkan ayat 215 menyebut amal secara
luas, namun organisasi dan pola pengeluarannya mempunyai pola sama.
Akibatnya, implikasi seluruh organisasi Zakat bisa disamaratakan untuk
semua bentuk amal, termasuk sadaqah.
Makna amal dalam Islam melampaui zakat dan shadaqah. Memberikan kekayaan publik bagi kemaslahatan umat (waqf), membangun sebuah lingkungan di daerah kantong (hima)
bagi keseimbangan ekologi, dan barang secara umum dan pertukaran di
masyarakat secara individu dan kolektif, adalah bentuk amal. Oleh
karena itu amal menjadi sumber aliran dana yang diterima secara luas
dalam perekonomian hibah dengan elemen baik moneter maupun aset sosial
dan segala yang terkait dengannya. Berkenaan dengan masalah ini, derma
mempengaruhi hubungan antar kelompok sosial ekonomi di masyarakat.
Tujuannya adalah untuk memobilisasi amal untuk mencapai keadilan
sosial, kesetaraan dan keadilan distribusi, dan transformasi produktif
bagi penerima dan pemilik asset (orang kaya).
Amal dalam Islam tidak dimaksudkan untuk menghasilkan free-ridership
(orang yang menggantungkan hidupnya pada amal). Hal tersebut tidaklah
dieperlakukan sebagai pengeluaran tanpa pengembalian yang mempunyai
dampak positif bagi transformasi sosial ekonomi. Akibatnya, zakat
dipahami sebagai media mobilisasi produktif sosial dari mereka yang
mempunyai sumber daya lebih (kaya) kepada si miskin untuk mengaktifkan
kedua kelompok tersebut untuk saling berinteraksi, mengintegrasikan dan
sejahtera dalam sosial ekonomi. Orang kaya mendorong integrasi tersebut
dengan berpartisipasi dalam pemenuhan kebutuhan sosial melalui
pengeluaran sebagian sumber daya yang demilikinya. Orang yang
membutuhkan berpartisipasi dengan memanfaatkan sumber daya yang
diberikan kedalam bentuk kegiatan produktif dalam rangka transformasi
pengurangan kemiskinan dalam negara. Hal Ini mengharuskan adanya
prinsip komplementer seluruh hubungan sektoral, partisipasi ekonomi
secara lebar, sebagaimana dijelaskan sebelumnya. Hubungan saling
menguntungkan antara orang kaya dan miskin dalam hal ini adalah untuk
berbagi dalam usaha amal sebuah prospek untuk mencapai stabilitas
sosial dan hibah ekonomi yang menghantarkan barang sosial sebagai
balasan bagi semuanya.
Dalam
suatu lingkungan yang mempunyai transformasi produktif dapat berakibat
pada pentingnya sumber daya yang mengalir melalui instrumen ekonomi
partisipatif seperti profit-sharing dan partsipasi modal (equity).
Meningkatnya instrumen seperti itu dalam hubungan terbaliknya antara
instrumen ekonomi partisipatif dan suku bunga, sebagai tahapan dari
rezim tingkat suku bunga. Sistem perawatan umum yang menjadikan amal
sebagai sumber daya tambahan akan meningkatkan kapasitas produksi
masyarakat miskin bersamaan dengan pembentukan badan usaha bagi
mereka. Pendekatan Seperti itu dapat mengatur integrasi masyarakat
miskin dalam kegiatan ekonomi utama, perdagangan dan pembangunan, serta
pengembangan dan pemberdayaan melalui partisipasi pengambilan
keputusan, sebagai sumber daya manusia yang maju.
Ada
banyak cara yang inovatif dimana sumberdaya amal termasuk zakat dan
sadaqah dapat dimobilisasi melebihi usaha produktif diatas dan
perbaikan transformasi. Salah satu contohnya adalah dengan menyiapkan
suatu dana pembangunan yang akan mendorong kegiatan informal, termasuk
tenaga kerja sumber daya manusia dalam hal ketika upah rendah
menimbulkan efek menurunnya semangat dan rendahnya kalori yang didapat
oleh masyarakat miskin (Choudhury & Hasan 1998). Dalam kasus
tersebut, eksploitasi upah oleh pemberi kerja dapat dihindari sementara
kegiatan produktif dapat terus ditingkatkan. Seperti dana pengembangan
dapat dipersiapkan dengan memberikan perspektif internasional amal
Islam sebagai aliran sumber daya dari yang kaya kepada kelompok miskin
dalam dunia Islam. Mobilisasi total gabungan produktivitas masyarakat
miskin sejalan dengan orang kaya melalui usaha partisipatif dimana dana
zakat dapat dimobilisasi untuk meningkatkan formasi total kekayaan
melalui mobilisasi sumberdaya produktif. Hal ini pada gilirannya akan
meningkatkan total output nasional, sumber daya dan kekayaan.
Sesungguhnya zakat adalah klaim atas kekayaan, bukan hanya pada uang
tunai ataupun pendapatan. Dalam ekonomi Islam, kekayaan dibentuk
melalui mobilisasi modal dengan cara regenerasi keuntungan produktif di
jalur yang tepat. Seperti konsepsi produksi kekayaan jika digabungkan
dengan keadilan distribusi kekayaan, yang bergantung pada amal, lebih
penting lagi adalah zakat, menandakan sebuah hubungan antara zakat dan
etika produksi dan distribusi kekayaan. Zakat oleh karena itu tidak
bisa, menyebabkan disinsentif transformasi sumber daya produktif
menjadi kekayaan.
Cara
zakat dalam membuat dan mendistribusikan kekayaan tidak seperti
akumulasi modal dengan tabungan menggunakan instrumen suku bunga. Dalam
masalah ini, keberadaan bunga mencederai kegiatan produktif dengan
membatasi pasokan dana pinjaman dan mengakibatkan kenaikan biaya
investasi. Rate of return (tingkat pengembalian) kemudian
akan menjadi negatif dipengaruhi oleh tingkat suku bunga. Aktiva
produktif dan aktiva moneter tetap bersaing dan terpengaruh secara
negatif terhadap suku bunga sebagai harga modal uang.
Mencegah Terjadinya Pemborosan Penggunaan Sumber Daya
Pencapaian
dari semua yang disebutkan di atas, instrumen shari'ah didasarkan pada
pencegahan terjadinya pemborosan sumber daya yang menyebabkan kebocoran
pada sistem sosial ekonomi dan kemunculan kelangkaan. Kelangkaan
kemudian merujuk pada alokasi sumber daya neo-klasik dan ini dikenalkan
kembali sebagai marginalism dan postulat terkait metodologi
individualisme sebagaimana ditemukan dalam mazhab klasik dan
neo-klasik. Hanya dengan mengurangi pemborosan dalam perekonomian
keanekaragaman dapat dilaksanakan dan dipelihara. Dengan demikian,
diversifikasi biaya dan risiko dapat dicapai. Hasilnya adalah
kemungkinan untuk mencapai komplementaritas di antara kemungkinan dalam
ekonomi riil yang direpresetasikan melalui barang, jasa, agen dan
variable-variabel dan berbagai hubungan mereka.
Menghindari pemborosan diperluas dari sisi permintaan ke sisi penawaran
(sisi produksi). Pada sisi permintaan promosi dinamis kebutuhan dasar
hidup manusia akan memerlukan keseimbangan ekologi yang akan
dipertahankan. Hal ini akan menjaga stabilitas harga pada ekonomi Islam
dan memberikan banyak keberkahan (rizki) bagi kehidupan. Prasyarat
demikian menyebabkan sifat alamiah tingkat keuntungan normal. Pada sisi
produksi sebagai respon terhadap proses interaktif pengetahuan dapat
berbagi antara konsumen dan produsen yang akan menghasilkan jenis
kebutuhan dasar dinamis sesuai dengan yang akan dihasilkan. Akibatnya,
pilihan menu produksi berdasarkan komplementaritas antara penjual dan
pembeli dan antara barang yang dihasilkan adalah sebuah konsep
organisasional keanekaragaman hayati produksi. Hal tersebut adalah
bagian penting kesinambungan yang berasal dari sisi produksi. Dengan
demikian dalam perspektif sistem umum ekonomi Islam interaksi antara
kedua belah pihak melalui tukar pengetahuan mengalir menjaga
keseimbangan ekologi. Kesinambungan dalam konsep seperti ini berkaitan
dengan penghindaran pemborosan.
Comments